Obat

5 Kesalahan Umum Menggunakan Obat, Yakin Kamu Sudah Benar?

Ditulis oleh Adham Rizki Ananda, S. Farm
21 Nov 2024 22:25
Thumbnail 5 Kesalahan Umum Menggunakan Obat,  Yakin Kamu Sudah Benar?
Sumber: Ilustrasi lupa minum obat (pexels.com/Andrea)

Ketika sedang sakit, kebanyakan orang akan merasa resah dan berusaha untuk bisa sembuh sesegera mungkin. Alhasil, berbagai macam obat dan vitamin pun dibeli agar kondisi tubuh segera membaik. Namun, tidak jarang obat-obat yang kita beli justru digunakan dengan sembrono. Padahal, jika obat tidak digunakan sesuai resep atau tidak disimpan sesuai anjurannya, tentunya akan mengganggu efek kerjanya. Bahkan, dapat memperburuk penyakit. Berikut 5 kesalahan umum yang biasa dilakukan ketika menggunakan obat.

1. Meminum obat hanya ketika ingat

Dilansir menurut RG Hill dan HP Rang dalam bukunya Drug Discovery and Development, setiap obat mampu memberikan efek kesembuhan bagi pasien berkat adanya efek terapi. Maka,ketika mendapatkan resep obat, pasien diberikan detil dosis dan waktu meminumnya pula, misalkan Obat A diminum 3 x sehari 1 tablet. Namun, tidak jarang sebagian orang meminum obatnya tidak sesuai anjuran karena lupa. Padahal, jumlah dosis anjuran minum sudah disesuaikan agar efek terapi dapat tercapai. Jika obat diminum kurang dari dosis yang seharusnya, tentu akan membuat efek terapi tidak tercapai dan pasien tidak kunjung mencapai kesembuhan. Bahkan, obat untuk penyakit tertentu, seperti Tuberkulosis (TB), jika lupa untuk diminum, perlu mengulang proses pengobatan dari awal kembali.

2. Menyimpan obat dengan sembarangan

Tidak jarang pasien menaruh obat sembarangan, seperti obat sirup ditaruh di kulkas dan obat tablet ditaruh di tempat yang mudah terjangkau oleh anak. Padahal, tidak hanya membahayakan keselamatan sang anak (karena anak cenderung mengira obat sebagai permen), tapi juga memengaruhi kestabilan obat. Menurut Ahuja, S. dan Michael W.D. dalam bukunya Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, kestabilan obat adalah kemampuan obat untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya selama proses penyimpanan. Suhu dan kelembapan merupakan faktor yang mempengaruhi, sehingga penting untuk obat disimpan sesuai dengan aturan penyimpanan.

3. Satu obat untuk seluruh anggota keluarga

Dilansir dari laman resmi Pusat Informasi Obat Nasional (PIONas-BPOM), terdapat tiga jenis penggolongan obat, yaitu: obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras. Khusus untuk obat keras, pasien perlu membelinya dengan resep dokter. Namun, banyak pasien yang nakal. Tidak jarang pasien memberikan obat sisa yang ia gunakan kepada anggota keluarganya yang sedang sakit. Mungkin karena faktor “mengirit uang” atau karena memang ketidaktahuan, tapi tetap saja hal itu berpotensi membahayakan anggota keluarganya jika tidak berhati-hati. Karena ada kemungkinan obat yang diberikan tidaklah tepat dosisnya, seperti obat tablet yang diminum oleh orang dewasa tentu berbeda dosisnya dengan pasien anak. Potensi ketidakamanan lainnya adalah dari sisi keamanan obat, seperti obat salep kulit yang mempunyai batas waktu penggunaan obat setelah penggunaan pertamanya (BUD) adalah 1 bulan, sehingga ada potensi obat yang diberikan kepada anggota keluarga lain sudah tidak layak.

4. Meminum obat dengan selain air putih

Mungkin banyak dari kita yang pernah melakukan hal seperti ini. Meminum obat dengan teh manis, meminumnya dibarengi dengan memakan pisang, atau bahkan dengan meminum susu. Padahal, ini berpotensi menyebabkan interaksi obat tertentu dengan makanan, sehingga obat tidak bekerja dengan optimal. Terbukti bahwa mengonsumsi susu dapat mengganggu kinerja obat-obatan tertentu, seperti antibiotik, anti-kanker, serta suplemen peningkat zat besi (Bushra, dkk, 2011). Sehingga, efektifitas obat dan bioavailabilitas obat dalam tubuh jadi menurun. Waktu pengobatan pasien pun jadi bertambah.

5. Tidak menghabiskan obat antibiotik

Banyak dari pasien yang meminum obat hanya sampai ia merasa sudah sembuh. Hal itu sudah memang tepat dilakukan untuk obat pereda gejala penyakit (seperti obat sakit kepala atau obat maag), tapi tidak untuk obat golongan antibiotik. Ketika obat antibiotik tidak diminum sampai habis, dapat menimbulkan resistensi antibiotik. Dilansir data dari laman resmi WHO, resistensi antibiotik terjadi karena penyalahgunaan dan penggunaan antibiotik yang berlebihan. Bakteri menjadi kebal antibiotik, sehingga infeksi yang disebabkannya lebih sulit diobati dari biasanya. Resistensi antibiotik mengakibatkan biaya medis yang lebih tinggi, waktu sakit yang lebih lama, bahkan sampai kematian. Saat kondisi badan sedang sakit, memang pikiran menjadi tidak rasional. Kita akan berusaha untuk secepat mungkin untuk segera sembuh. Namun, jangan sampai kita sembrono menggunakan obat. Bukannya jadi sembuh, justru memperparah penyakit..

Artikel direview oleh Apt. Raspati Dewi Mulyaningsih, S.Farm

Referensi:

  • Ahuja, S. & Michael Dong (2005). Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC. Elsevier Science.
  • Bushra R, Aslam N, Khan AY. Food-drug interactions. Oman Med J. 2011 Mar;26(2):77-83. doi: 10.5001/omj.2011.21. PMID: 22043389; PMCID: PMC3191675.
  • Pionas. 2022. Pedoman Umum. Dapat diakses melalui: https://pionas.pom.go.id/ioni/pedoman-umum [Diakses pada tanggal 15 Juni 2022]
  • Raymond G Hill & Duncan Richards (2021). Drug Discovery and Development E-Book: Technology in Transition. Elsevier Limited.
  • WHO. 2020. Antibiotic resistance. Dapat diakses melalui: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/antibiotic-resistance#:~:text=Antibiotic%20resistance%20occurs%20when%20bacteria,caused%20by%20non%2Dresistant%20bacteria [Diakses pada tanggal 20 Mei 2023]

Tags : Obat

Komentar

Belum ada komentar