Obat

Obat Jantung Dapat Sebabkan Serangan Asma?

Ditulis oleh Ariani Insyirah
8 Sep 2024 08:49
Thumbnail Obat Jantung Dapat Sebabkan Serangan Asma?
Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/heart-attack-concept-asian-woman-is-unable-work-today-so-tired-she-is-sick-serious-acute-high-heart-rate-attack-bed-young-woman-pajamas-having-heart-attack-her-bedroom_14625981.htm#fromView=search&page=1&position=0&uuid=7a93bcee-abbf-4cab-b067-5cf606bceb8a

Tahukah Kamu?

Asma merupakan salah satu gangguan pada sistem pernapasan yang ditandai dengan adanya peradangan (inflamasi) dan penyempitan saluran napas sehingga menyebabkan sesak napas, mengi, dan batuk (Tiotiu dkk., 2019). Ternyata, terdapat obat jantung yang dapat memperburuk atau memicu terjadinya serangan asma, yaitu obat-obatan golongan beta-blocker. Obat golongan beta-blocker atau golongan penghambat beta lazim digunakan untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi dan mengobati berbagai macam masalah pada jantung, seperti aritmia, gagal jantung, dan angina (Oliver dkk., 2019). Faktanya, sebagian obat golongan tersebut dapat menimbulkan efek samping pada paru-paru, yaitu menyebabkan saluran udara menyempit atau berkontraksi sehingga menyebabkan sesak napas bagi penderita asma atau penyakit paru-paru lainnya. Pada kondisi yang lebih parah bahkan dapat menyebabkan kematian (Tiotiu dkk., 2019). Meskipun demikian, efek samping dari obat-obatan golongan beta-blocker tergantung pada kardioselektivitas, dosis, dan durasi penggunaan sehingga dapat menimbulkan respons yang berbeda-beda pada setiap orang (Morales dkk., 2017).

Perbedaan Beta-Blocker Selektif dan Non-Selektif

Reseptor beta adalah molekul protein yang menerima sinyal kimia dalam tubuh dan mengatur aktivitas kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah). Reseptor beta terdiri atas tiga jenis yang berbeda, yaitu beta-1 (B1), beta-2 (B2), dan beta-3 (B3). Reseptor beta-1 utamanya terletak di jantung dan menangani terkait aktivitas jantung. Reseptor beta-2 terletak di berbagai sistem organ yang berfungsi mengontrol berbagai macam aktivitas metabolisme dan menginduksi relaksasi otot polos, salah satunya di paru-paru. Sedangkan reseptor beta-3 berperan dalam menginduksi pemecahan sel lemak dan tersebar di jaringan adiposa. Blokade reseptor-reseptor tersebut oleh obat penghambat beta (beta-blocker) digunakan secara luas untuk mengobati berbagai macam penyakit, baik dalam kondisi akut maupun kronis (Farzam dan Jan, 2023).

Obat golongan beta-blocker secara umum diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu selektif dan non-selektif berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap reseptor beta.


1. Beta-blocker selektif

Beta-blocker selektif mengikat reseptor beta-1 secara selektif serta menghambat kerja epinefrin dan norepinefrin pada situs tersebut. Blokade jalur tersebut mengakibatkan penurunan kontraktilitas, peningkatan relaksasi, dan penurunan waktu konduksi jantung (Tucker dkk., 2023). Secara medis mekanisme ini bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Tetapi, terdapat beberapa efek samping yang sering dirasakan, yaitu bradikardia (denyut jantung yang kurang dari 60 denyut per menit), hipotensi (tekanan darah rendah), dan pusing (Farzam dan Jan, 2023). Contoh obat-obatan golongan beta-blocker selektif adalah atenolol, bisoprolol, metoprolol, dan esmolol (DrugBank, 2024).

2. Beta-blocker non-selektif

Beta-blocker non-selektif berikatan dengan reseptor beta-1 dan beta-2 dan menginduksi efek antagonis melalui kedua reseptor tersebut. Golongan ini dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan cara menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraktil jantung sehingga dapat mengurangi curah jantung (Martinez dkk., 2023). Secara bersamaan, blokade reseptor beta-2 oleh obat golongan ini akan menghambat relaksasi otot polos di paru-paru. Oleh karena itu, pada penderita asma atau penyakit paru obstruktif penggunaan beta-blocker non-selektif tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan bronkospasme yang mengakibatkan terhalangnya jalur pernapasan (Farzam dan Jan, 2023). Contoh obat-obatan golongan beta-blocker non-selektif adalah propranolol, sotalol, carvedilol, timolol, nadolol dan labetalol (DrugBank, 2024).

Jika kamu memiliki riwayat asma maupun sesak napas, segera konsultasikan dengan dokter dan apoteker.

Artikel direview oleh Apt. Raspati Dewi Mulyaningsih, S.Farm.

Referensi

  • DrugBank. 2024. Beta-Blockers (Beta1 Selective). Diakses pada 12 Juni 2024. https://go.drugbank.com/categories/DBCAT002681.
  • DrugBank. 2024. Beta Blocking Agents, Non-Selective. Diakses pada 12 Juni 2024. go.drugbank.com/categories/DBCAT002338.
  • Farzam, K. dan Jan, A. 2023. Beta Blockers. Diakses pada 12 Juni 2024. ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532906/.
  • Martinez, A., Lakkimsetti, M., Maharjan, S., Aslam, M. A., Basnyat, A., Kafley, S., Reddy, S. S., Ahmed, S. S., Razzaq, W., Adusumili, S., dan Khawaja, U. A. 2023. Beta-Blockers and Their Current Role in Maternal and Neonatal Health: A Narrative Review of the Literature. Cureus. Vol. 15(8): e44043. doi: 10.7759/cureus.44043.
  • Morales, D. R., Lipworth, B. J., Donnan, P. T., Jackson, C., dan Guthrie B. Respiratory Effect of Beta-blockers in People with Asthma and Cardiovascular Disease: Population-based Nested Case Control Study. 2017. BMC Med. Vol. 15(1): 18 doi: 10.1186/s12916-017-0781-0.
  • Oliver, E., Mayor Jr, F., dan D’Ocon, P. 2019. Beta-blockers: Historical Perspective and Mechanisms of Action. Revista Española de Cardiología. Vol. 72(10): 853-862. doi:10.1016/j.rec.2019.04.006.
  • Tiotiu, A., Novakova, P., Kowal, K., Emelyanov, A., Chong-Neto, H., Novakova, S., dan Labor, M. 2019. Beta-blockers in Asthma: Myth and Reality. Expert Rev Respir Med. Vol. 13(9): 815-822. doi: 10.1080/17476348.2019.1649147.
  • Tucker, W. D., Sankar, P., dan Kariyanna, P. T. 2023. Selective Beta-1 Blockers. Diakses pada 12 Juni 2024. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499982/.



Komentar

Belum ada komentar