Penyakit FGD

5 Mitos Salah tentang Penyakit TB

Ditulis oleh Adham Rizki Ananda, S. Farm
28 Apr 2024
Thumbnail 5 Mitos Salah tentang Penyakit TB
Sumber: Ilustrasi bersin dengan etika menutup mulut dan hidung (pexels.com/cottonbro studio)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dengan penyebarannya melalui tetesan kecil dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi. Terapi TB membutuhkan waktu yang cukup lama dan memerlukan kepatuhan pasien dalam meminum obat secara teratur. Oleh karena itu, pemahaman terkait penyakit TB yang benar sangat dibutuhkan oleh pasien dan lingkungan sekitarnya.

TB memanglah penyakit yang membutuhkan kepatuhan dan komitmen pasien dalam menjalankan terapi. Akibatnya, tidak jarang pasien yang terinfeksi oleh TB mengalami kasus diskriminasi dan stigma yang salah dari masyarakat. Padahal dikarenakan proses pengobatan yang panjang, pasien membutuhkan dukungan lebih dari kerabat dan lingkungan sekitarnya.

Maka dari itu, penting bagi kita untuk memisahkan mitos dan fakta dari penyakit TB. Yuk ketahui 5 mitos yang sering dihubungkan dengan penyakit TB.

1. Gejala awal sakit TB adalah batuk darah.

Tidak sedikit orang yang berpikir gejala awal seseorang sakit TB adalah dengan ditandai adanya batuk berdarah. Padahal gejala utama pasien TB bukan hanya ditandai dengan batuk darah, bahkan bisa jadi tidak terdapatnya batuk berdarah.

Berikut gejala utama ketika seseorang terjangkit dengan TB, antara lain:

  • Batuk yang tidak kunjung usai selama lebih dari 2 minggu
  • Bila sudah fase lanjut, batuk berdahak yang disertai dengan darah pekat.
  • Rasa nyeri di dada

Adapun gejala lain yang mungkin dirasakan adalah:

  • Mudah berkeringat di malam hari
  • Demam
  • Mudah berkeringat terutama di malam hari.
  • Nafsu makan berkurang.
  • Rasa lelah berlebihan
  • Berat badan berkurang

(CDC, 2022a)

Adapun bila terjadi batuk berdarah pada pasien TB menandakan tingkat keparahan penyakit. Batuk berdarah terjadi akibat infeksi bakteri yang menyebabkan peradangan, lalu terjadinya penumpukan mukosa pada edema superfisial yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah superfisial (Bidwell dan Pachner, 2005)

Batuk darah tidak hanya diakibatkan oleh bakteri TB. Perlu dilakukan uji lab lebih lanjut untuk diagnosa pasien TB.

2. TB adalah penyakit keturunan.

Ada anggapan bahwa ketika orang tua terkena TB, maka anaknya pasti juga akan mengidap TB. Padahal hal ini belum tentu akan terjadi. Jikalau pun terjadi, maka hal ini bukan diakibatkan oleh faktor genetik atau keturunan, tapi karena terjadinya penularan.

TB adalah penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang menyebar dari percikan ludah orang yang terinfeksi TB.

Sehingga ketika ada anggota keluarga di rumah yang sedang sakit TB, maka ada beberapa hal yang perlu dipastikan:

  • Menggunakan masker ketika berinteraksi dengan pasien
  • Pasien menutup mulut dan hidung ketika batuk
  • Tisu dan ludah/dahak bekas pasien dibuang dengan menggunakan plastik yang dipisahkan khusus
  • Memastikan sirkulasi udara rumah dalam kondisi baik.

(NHS, 2022).

3. TB adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan

Masih terdapat mitos yang salah terhadap penyakit TB, yaitu pasien hanya bisa meminimalisir gejala tapi tidak bisa sembuh sepenuhnya.

TB memanglah termasuk ke dalam penyakit kronis, dengan waktu pengobatan berlangsung selama minimal 6 bulan, bahkan bisa lebih bergantung tingkat keparahan penyakit TB yang diderita oleh pasien (Kemenkes, 2019). Namun, TB adalah kategori penyakit yang dapat disembuhkan.

  • Pasien TB yang sudah sembuh, akan menjadi kebal terhadap TB

Anggapan yang menyatakan penyintas TB akan kebal terhadap bakteri penyebab infeksi TB adalah salah. Karena jika seorang penyintas kontak erat dengan sumber infeksi TB, maka tetap akan mungkin terjadinya infeksi TB kedua kali, bahkan akan menjadi lebih parah karena pengobatan yang diberikan perlu ditingkatkan.

Sebuah studi yang dilakukan di daerah dengan kondisi hiperendemik TB, menyimpulkan bahwa kambuhnya penyakit TB lebih berisiko terjadi pada 1 bulan pertama setelah pasien dinyatakan sembuh. Studi tersebut juga menyebutkan bahwa faktor penyebab kambuhnya kembali TB disebabkan oleh infeksi ulang bakteri tuberkulosis (Uys dkk, 2015).

  • Pengobatan TB berlangsung seumur hidup.

Anggapan di masyarakat tentang penyakit TB perlu diobati seumur hidup adalah salah besar. Seperti yang telah disebutkan di poin no. 3 bahwa minimal waktu pengobatan TB adalah 6 bulan karena bagi pasien TB, yang perlu dipastikan adalah ketaatan dalam mengonsumsi obat sesuai dosis yang diresepkan selama jangka waktu terapi dan monitoring hasil terapi.

Jika pasien tidak mengonsumsi obat secara tepat sesuai dosis sampai proses terapi dinyatakan selesai, bakteri hanya melemah sesaat dan justru menguat (Kemenkes, 2019). Jika sudah begitu, anda harus mengulang kembali proses terapi. Bahkan dapat menyebabkan Multidrug-resistance tuberculosis (MDR-TB).

Mengacu kepada Tatalaksana Tuberkulosis (Kemenkes, 2020), pengobatan TB paru terbagi menjadi 2 tahapan, antara lain:

    a. Tahap awal (fase intensif)

    Pada fase ini, pasien diberikan empat jenis obat anti-tuberkulosis (OAT) lini pertama setiap harinya sesuai dosis rekomendasi pada tabel. OAT tersebut adalah kombinasi Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol. Pengobatan pada tahap awal berlangsung selama 2 bulan

   b. Tahap lanjutan (fase lanjutan) Pada fase ini, sebagai panduan utama pasien hanya diberikan kombinasi Rifampisin dan Isoniazid dengan dosis yang sama seperti pada tabel. Pengobatan pada tahap lanjutan berlangsung selama 4 bulan


Jenis OAT  Dosis rekomendasi harian

dosis (mg/kgBB)  maksimum (mg)
Isoniazidzid  5 (4-6)  300
Rifampisin  10 (8-12)  600
Pirazinamid  25 (20-30)  -
Etambutol  25 (20-30)  -

4. Penyakit masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah

Status sosial-ekonomi adalah salah satu yang sering dikaitkan dengan penyakit ini. Padahal, faktor sosial-ekonomi tidaklah termasuk ke dalam faktor resiko dari penyakit TB.

Berikut ini adalah beberapa faktor resiko TB:

  • Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pasien: diabetes melitus; silikosis; penyakit ginjal yang parah; dan/atau pengidap HIV/AIDS.
  • Aktif merokok.
  • Aktif meminum alkohol dan/atau obat terlarang.
  • Lingkungan tempat tinggal kontak erat dengan pasien TB

(CDC, 2022b).

5. TB menular melalui jabat tangan dan peralatan makan

TB hanya dapat menular melalui percikan ludah di udara. Bakteri TB dapat bertahan di udara terbuka hingga mencapai 2 jam (Yayasan Kita Menulis, 2022). Bakteri TB tidak bisa menempel pada pakaian ataupun kulit.

Adapun mitos-mitos lain terkait penularan TB yang salah antara lain:

  • Bersalaman dan bersentuhan dengan penderita
  • Berbagi makanan atau minuman
  • Menggunakan pakaian yang sama dengan pasien TB
  • Menggunakan alat makan, alat tidur, toilet yang sama dengan pasien TB
  • Penularan melalui permukaan alat rumah, seperti meja, lemari, atau tembok rumah

(CDC, 2022c).

Setelah mengetahui mitos yang sering beredar di masyarakat, kita jadi lebih bijak dalam berinteraksi dengan pasien TB. Tentunya kita tidak ingin ketika salah satu anggota keluarga kita terkena TB, kita memberikan perlakuan yang tidak sepantasnya.

Artikel direview oleh apt. Sofa Dewi Alfian, MKM, Ph.D

Referensi:

  • Bhatta, D., & Gokhale, S. (2013). Hemoptysis: Is it Tuberculosis?. International Journal of Infection and Microbiology, 1(2), 63–67. [https://doi.org/10.3126/ijim.v1i2.7409](https://doi.org/10.3126/ijim.v1i2.7409)
  • Bidwell, J. L., & Pachner, R. W. (2005). Hemoptysis: diagnosis and management. American family physician, 72(7), 1253-1260.
  • CDC. 2022a. How TB Spreads. available at: [https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/howtbspreads.htm](https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/howtbspreads.htm). [Accessed: 2 Januari 2023].
  • CDC. 2022b. TB Risk Factors. available at: [https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/risk.htm](https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/risk.htm). [Accessed: 2 Januari 2023].
  • CDC. 2022c. Exposure to TB. available at: [https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/exposed.htm (https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/exposed.htm). [Accessed: 2 Januari 2023].
  • Kemenkes RI. 2019. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/755/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. available at: [https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610422577_801904.pdf](https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610422577_801904.pdf). [Accessed: 2 Januari 2023].
  • Kemenkes RI. 2020. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. available at: [https://tbindonesia.or.id/download/9840/?tmstv=1677489227](https://tbindonesia.or.id/download/9840/?tmstv=1677489227). [Accessed: 2 Januari 2023].
  • NHS. 2022. Overview Tuberculosis (TB). available at: [https://www.nhs.uk/conditions/tuberculosis-tb/](https://www.nhs.uk/conditions/tuberculosis-tb/). [Accessed: 2 Januari 2023].
  • Pengendalian Penyakit Berbasis Lingkungan. (2022). (n.p.): Yayasan Kita Menulis.
  • Uys P, Brand H, Warren R, van der Spuy G, Hoal EG, et al. (2015) The Risk of Tuberculosis Reinfection Soon after Cure of a First Disease Episode Is Extremely High in a Hyperendemic Community. PLOS ONE 10(12): e0144487. [https://doi.org/10.1371/journal.pone.0144487](https://doi.org/10.1371/journal.pone.0144487)




Penilaian
Beri rating
5.0 /5
2 penilaian
5
4
3
2
1