Penyakit

Kenali Vaksin Tifoid, Salah Satu Pencegahan Demam Tifoid

Ditulis oleh Ariani Insyirah
18 Okt 2024 13:04
Thumbnail Kenali Vaksin Tifoid, Salah Satu Pencegahan Demam Tifoid
Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/male-pediatrician-administering-vaccine-his-office.

Mengenal Demam Tifoid

Demam tifoid atau yang lebih sering dikenal dengan tifus adalah penyakit infeksi akut yang menyebabkan kasus kematian sebesar 1% di wilayah Asia. Tifus disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang menyerang sistem pencernaan manusia (Patel dkk., 2024). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2019, diperkirakan setiap tahunnya terdapat sebanyak 9 juta orang menderita penyakit tifus dan 110.000 orang meninggal dunia karena tifus. Di Indonesia, jumlah kasus penyakit tifus pada tahun 2019 sebesar 1,60% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada anak berusia 5-14 tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kebiasaan yang masih kurang baik dalam menjaga kebersihan diri karena tifus dapat menyebar melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri (Khairunnisa dkk., 2021). Terdapat beberapa gejala yang biasa dialami oleh penderita demam tifoid, seperti demam yang berlangsung selama seminggu atau lebih, sakit kepala, merasa lemah dan kelelahan, merasakan nyeri pada otot, batuk kering, kehilangan nafsu makan hingga berat badan turun, merasakan sakit pada perut, diare atau sembelit, dan munculnya ruam pada kulit (WHO, 2023).

Vaksin Tifoid sebagai Upaya Pencegahan Demam Tifoid

Demam tifoid dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri salah satunya dengan membiasakan kebiasaan cuci tangan sebelum makan, menghindari kontak dengan orang sakit, mengonsumsi makanan dan minuman yang terjamin kebersihannya, matang, dan tidak terkontaminasi, serta melaksanakan vaksinasi tifoid. Berdasarkan rekomendasi dari WHO, terdapat tiga tipe vaksin tifoid yang direkomendasikan, yaitu vaksin konjugat tifoid, vaksin polisakarida, dan vaksin Ty21a.

1. Vaksin Konjugat Tifoid

Vaksin TVC (typhoid conjugate vaccine) pertama kali dilisensikan di India tahun 2013 untuk pemberian intramuskular dosis tunggal sebanyak 0,5 mL. Setiap dosis tunggal vaksin TVC mengandung 0,025 mg polisakarida yang terkonjugasi dengan toksoid tetanus. Sedangkan pada multidosis, terdapat juga kandungan 2-fenoksietanol sebanyak 5 mg yang berfungsi sebagai pengawet. Suhu penyimpanan yang direkomendasikan untuk vaksin TVC adalah 2-8oC dan penggunaannya dapat diberikan mulai bayi berusia 6 bulan hingga orang dewasa berumur 45 tahun (WHO, 2018).

2. Vaksin Polisakarida Tak Terkonjugasi

Setiap 0,5 mL larutan injeksi vaksin tifoid polisakarida mengandung bakteri Salmonella typhi dan polisakarida sebanyak 0,025 mg. Vaksin typhoid tidak boleh dibekukan dan harus disimpan pada suhu 2-8oC serta memiliki waktu kedaluwarsa selama 3 tahun (Menkes RI, 2017). Vaksin ini disuntikkan secara intramuskular dan imunisasi dasar (primer) dapat dimulai sejak anak berusia 2 tahun. Imunisasi kejar (catch-up) dapat dilakukan pada anak berusia 3 sampai 4 tahun apabila imunisasi sebelumnya belum dilengkapi. Dilanjutkan dengan pemberian imunisasi ulangan (booster) pada saat anak berusia 5 tahun dan diulang setiap 3 tahun sekali sebanyak 1 dosis sampai dengan anak berusia 18 tahun (IDAI, 2023).

3. Vaksin Ty21a

Vaksin Ty21a pertama kali dilisensikan di Eropa tahun 1983. Vaksin ini berisi strain Ty2 Salmonella typhi hidup yang sudah dilemahkan oleh mutagenesis dengan cara induksi secara kimia. Saat ini, vaksin Ty21a hanya tersedia dalam bentuk kapsul berlapis enterik untuk pemberian oral. Vaksin Ty21a harus disimpan pada suhu 2-8oC, sedangkan penyimpanan pada suhu 25oC hanya dapat mempertahankan potensinya selama kurang dari 14 hari (WHO, 2018). Vaksin ini dapat diperuntukkan mulai anak berumur 2 tahun untuk formulasi cair dan umur 5 tahun untuk formulasi kapsul (Syed dkk., 2020). Akan tetapi, formulasi cair vaksin Ty21a saat ini sudah tidak diproduksi.

Perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa kondisi yang dikontraindikasikan pada pemberian vaksin tifoid. Vaksin ini tidak dianjurkan bagi yang memiliki alergi terhadap bahan-bahan yang terkandung dalam vaksin dan apabila sedang demam atau memiliki penyakit akut maupun penyakit kronik yang progresif (Menkes RI, 2017). Selain diperuntukkan bagi anak-anak, vaksin tifoid juga diperuntukkan bagi orang dewasa yang berisiko terserang tifus, yaitu:

  • Orang yang tinggal berdekatan dengan penderita tifus
  • Tenaga medis atau pekerja laboratorium yang terpapar bakteri typhi
  • Orang yang bekerja atau bepergian ke daerah endemik tifus

Efek samping yang dirasakan pada setiap orang dari vaksin tifoid dapat berbeda. Beberapa efek samping yang sering dirasakan, seperti rasa nyeri, kemerahan, dan bengkak di lokasi sekitar suntikan, demam, nyeri otot, mual dan muntah, serta sakit perut cenderung bersifat ringan. Akan tetapi, apabila muncul reaksi alergi terhadap vaksin atau efek samping tersebut tidak kunjung hilang setelah beberapa hari maka disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter (CDC, 2019). Meskipun vaksin tifoid sudah diberikan, menjaga pola hidup yang sehat dengan cara memilih makanan dan minuman yang higienis dan sehat serta membiasakan cuci tangan terutama sebelum makan tetap diperlukan karena daya proteksi vaksin tifoid pada tubuh hanya sebesar 50-80% (Menkes RI, 2017).

Artikel direview oleh Apt. Raspati Dewi Mulyaningsih, S.Farm

Referensi

  • Centers for Disease Control and Prevention. 2019. Typhoid Vaccine: What You Need to Know. Diakses pada 12 Mei 2024. https://www.cdc.gov/vaccines/hcp/vis/vis-statements/typhoid.pdf.
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2023. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun. Diakses pada 15 Mei 2024. Tersedia online di https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.
  • Khairunnisa, N., Rany, N., dan Kursani, E. 2021. Correlation Buying Snack Habits And Typhoid Fever In Children At School Age In Patient At Petala Bumi Hospital, Riau Province In 2020. Public Health Media. Vol. 1(3): 816-824.
  • Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Diakses pada 8 Mei 2024. http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._12_ttg_Penyelenggaraan_Imunisasi_.pdf.
  • Patel, P. D., Liang, Y., Meiring, J. E., Chasweka, N., Patel, P., Misiri, T., Mwakiseghile, F., Wachepa, R., Banda, H. C., Shumba, F., Kawalazira, G., Dube, Q., Nampota-Nkomba, N., Nyirenda, O. M., Girmay, T., Datta, S., Jamka, L. P., Tracy, J. K., Laurens, M. B., Heyderman, R. S., Neuzil, K. M., dan Gordon, M. A. 2024. Efficacy of Typhoid Conjugate Vaccine: Final Analysis of a 4-year, Phase 3, Randomised Controlled Trial in Malawian Children. The Lancet. Vol. 403(3): 459-468. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(23)02031-7.
  • Syed, K. A., Saluja, T., Cho, H., Hsiao, A., Shaikh, H., Wartel, T. A., Mogasale, V., Lynch, J., Kim, J. H., Excler, J., dan Sahastrabuddhe, S. 2020. Review on the Recent Advances on Typhoid Vaccine Development and Challenges Ahead. Clinical Infectious Disease. Vol. 71(2): 141-150. doi:10.1093/cid/ciaa504.
  • World Health Organization. 2018. Typhoid Vaccines: WHO Position Paper-March 2018. Weekly Epidemiological Record. Vol. 93: 153-172.
  • World Health Organization. 2023. Typhoid. Diakses pada 10 Mei 2024. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/typhoid.



Komentar

Belum ada komentar