Teknologi Kesehatan

Inovasi Baru Radiofarmaka untuk Diagnosis Tuberkulosis: 99mTc-Ethambutol

Ditulis oleh Apt. Farah Mufidah, S.Farm.
6 Feb 2025 01:07
Thumbnail Inovasi Baru Radiofarmaka untuk Diagnosis Tuberkulosis: 99mTc-Ethambutol
Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/medicine-vaccine-bottles_17234471.htm#fromView=search&page=1&position=0&uuid=b31fe0b3-71a1-44b1-be89-3547e7b12c30

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang menjadi perhatian global. Menurut laporan terbaru World Health Organization (WHO), tercatat sekitar 8,2 juta orang di dunia didiagnosis tuberkulosis (TB) pada tahun 2023. Kasus TB tahun 2023 meningkat sebanyak 7,5 juta kasus baru dibanding tahun 2022. Dari kasus TB global yang terjadi di tahun 2023, Indonesia menyumbang 10% kasus TB (WHO, 2024). Dari semua kasus yang terjadi, WHO mengingatkan agar TB menjadi perhatian dunia dengan memanfaatkan alat yang ada dan program untuk mencegahnya, mendeteksinya, dan mengobatinya.

TB di Indonesia saat ini dapat dideteksi dengan metode konvensional dengan uji kepekaan bakteri dan Tes Cepat Molekuler (TCM). Namun, kedua metode tersebut memiliki kekurangan yaitu uji kepekaan bakteri membutuhkan waktu sekitar 3 - 4 bulan dan kurangnya sensitivitas terhadap bakteri, sedangkan TCM hanya dapat memberikan sebanyak 21,2% hasil positif dari keseluruhan hasil kultur yang positif (Velen, et. al. 2021). Selain dari kedua tes tersebut, terdapat tes uji TB yang umum digunakan yaitu Tes Mantoux atau Tes kulit Tuberkulin, dimana disuntikan reagen PPD RT dengan dosis 2 TU secara intrakutan sebanyak dan dievaluasi hasilnya dalam waktu 3 hari (kambuno, et. al., 2019). Namun, untuk tes Mantoux memiliki kekurangan yaitu vaksinasi BCG sebelumnya atau infeksi dengan mikobakterium non-tuberkulosis dapat menyebabkan hasil positif palsu (CDC, 2024).

Dalam beberapa tahun terakhir, inovasi dalam bidang radiofarmaka telah menciptakan metode baru untuk mendeteksi TB secara lebih cepat dan akurat. Salah satu inovasi terbaru adalah penggunaan radiofarmaka 99mTc-Ethambutol, yang memanfaatkan obat antituberkulosis ethambutol yang ditandai dengan isotop radioaktif 99mTc. 

Pengertian Radiofarmaka dan 99mTc-Ethambutol

Radiofarmaka merupakan senyawa kimia yang didalamnya mengandung radioisotop dan telah memenuhi persyaratan secara farmakologis untuk digunakan dalam diagnosis, terapi, dan penelitian medik klinik (Humas BRIN, 2022). 99mTc-Ethambutol (technetium-99m) adalah radiofarmaka yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan bakteri TB dalam tubuh dengan memanfaatkan obat TB yaitu ethambutol. Ethambutol sendiri merupakan obat TB yang spesifik dan memiliki kemampuan menembus dinding sel bakteri TB. Dengan menggabungkan ethambutol dengan 99mTc, terbentuklah radiofarmaka yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan bakteri TB dalam tubuh secara lebih spesifik. Efisiensi pelabelan 99mTc pada ethambutol yang tinggi (>85%), stabilitas in vitro, in vivo, bio distribusi, dan parameter farmakokinetik konsisten dengan obat asli yang menunjukkan bahwa 99mTc-Ethambutol aman untuk penggunaan diagnostik (Dollery, 1998).

Cara Kerja 99mTc-Ethambutol dalam Diagnosis TB

99mTc-Ethambutol bekerja dengan memanfaatkan cara kerja obat ethambutol yang menembus dinding sel Mycobacterium tuberculosis dalam tubuh. Ketika 99mTc-Ethambutol disuntikkan ke dalam tubuh, senyawa ini akan mencari dan berikatan dengan bakteri TB yang terdapat dalam jaringan tubuh (Diah dan Kartamihardja, 2019). Kamera gamma kemudian mendeteksi radiasi yang dipancarkan oleh isotop 99mTc. Dengan teknik pencitraan ini, dokter dapat melihat metode ini berpotensi lebih diandalkan untuk diagnosis ekstra paru, bahkan pada tingkat yang sangat rendah, serta dapat membedakan infeksi TB aktif dari infeksi laten.

Keunggulan 99mTc-Ethambutol dalam Diagnosis Tuberkulosis

  1. Spesifisitas yang Tinggi: Berkat kemampuan ethambutol untuk mengikat bakteri TB secara spesifik, 99mTc-Ethambutol memiliki tingkat spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi infeksi TB dibandingkan metode pencitraan lainnya, seperti rontgen thorax atau computed tomography (CT) (More, et. al., 2021).
  2. Deteksi Dini dan TB Laten: Salah satu tantangan dalam diagnosis TB adalah mendeteksi infeksi pada tahap awal atau pada pasien yang memiliki TB laten. 99mTc-Ethambutol mampu mendeteksi TB bahkan ketika konsentrasi bakteri rendah, membantu identifikasi dini dan penanganan lebih cepat (Yayan, et. al., 2024).
  3. Kecepatan Diagnosis: Dibandingkan dengan metode diagnosis lain yang membutuhkan waktu lama, seperti kultur bakteri yang bisa memakan waktu beberapa minggu, hasil dari pemeriksaan dengan 99mTc-Ethambutol dapat diperoleh dalam hitungan jam. Dalam suatu penelitian, dapat dideteksi dalam waktu 1-4 jam (Singh and Bhatnagar, 2010).
  4. Keamanan dan Toleransi: 99mTc-Ethambutol menggunakan dosis radiasi yang rendah dan waktu paruh 99mTc yang singkat menjadikannya aman bagi pasien anak (Kartamihardja, et. al. 2018).

Keterbatasan dan Tantangan dalam Penggunaan 99mTc-Ethambutol

Walaupun memiliki banyak keunggulan, penggunaan 99mTc-Ethambutol juga memiliki keterbatasan. Pertama, biaya produksi radiofarmaka cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan metode diagnosis TB tradisional. Ketersediaan fasilitas kedokteran nuklir yang terbatas di beberapa negara, terutama di daerah endemis TB, juga dapat menghambat aksesibilitas teknologi ini. Selain itu, ada tantangan dalam pengembangan standar dan pedoman penggunaannya yang seragam di seluruh dunia (Johnson, et. al. 2014).

Inovasi 99mTc-Ethambutol sebagai radiofarmaka untuk diagnosis TB menawarkan harapan baru dalam upaya deteksi penyakit yang cepat dan akurat. Dengan keunggulan spesifisitas tinggi, kemampuan deteksi dini, serta keamanan yang baik, 99mTc-Ethambutol memiliki potensi besar untuk menjadi alat diagnostik TB di masa depan. Namun, untuk memaksimalkan manfaatnya, dibutuhkan investasi dalam fasilitas kedokteran nuklir, pengembangan pedoman global, dan kerja sama antara berbagai negara dalam pengendalian TB. Dengan demikian, 99mTc-Ethambutol dapat menjadi upaya secara massal menanggulangi tuberkulosis.

Artikel direview oleh Apt. Raspati Dewi Mulyaningsih, M.Farm.

Referensi

  • CDC. 2024. Clinical Testing Guidance for Tuberculosis: Tuberculin Skin Test. Dapat diakses di https://www.cdc.gov/tb/hcp/testing-diagnosis/tuberculin-skin-test.html [Diakses pada 20 Desember 2024].
  • Diah, L. H. dan Kartamihardja, A. H. S. 2019. The role of Technetium-99m-Ethambutol scintigraphy in the management of spinal tuberculosis. World J Nucl Med 18(1):13–17. doi: 10.4103/1450-1147.250325.
  • Dollery C. 1998. Therapeutic Drugs. UK: Churchill Livingstone.
  • Humas BRIN. 2022. Radiofarmaka untuk Diagnosis dan Terapi Penyakit. Dapat diakses di https://www.brin.go.id/news/110285/radiofarmaka-untuk-diagnosis-dan-terapi-penyakit [Diakses pada 15 November 2024]
  • Johnson, et. al. 2014. Nuclear Imaging: A Powerful Novel Approach for Tuberculosis. Nucl Med Biol. Ed. 10:777–784. Doi: 10.1016/j.nucmedbio.2014.08.005
  • Kambuno, N. 2019. Uji Tuberkulosis Laten Pada Kontak Serumah Pasien BTA Positif Dengan Metode Mantoux Test. JURNAL INFO KESEHATAN, 17(1), 50-63. https://doi.org/10.31965/infokes.Vol17.Iss1.239
  • Kartamihardja AHS, Kurniawati Y, Gunawan R. 2018. Diagnostic value of 99m Tc-ethambutol scintigraphy in tuberculosis: compared to microbiological and histopathological tests. Ann Nucl Med: 60-68.
  • More, et. al. 2021. Tuberculosis: Role of Nuclear Medicine and Molecular Imaging With Potential Impact of Neutrophil-Specific Tracers. Front Med (Lausanne). doi: 10.3389/fmed
  • Singh and Bhatnagar, 2010. Clinical Evaluation of Efficacy of 99mTC -Ethambutol in Tubercular Lesion Imaging. Tuberc Res Treat ed. 2 :618051. doi: 10.1155/2010/618051.
  • Velen K, Podewils LJ, Shah NS, Lewis JJ, Dinake T, Churchyard GJ, Reichler M, Charalambous S. Performance of GeneXpert MTB/RIF for Diagnosing Tuberculosis Among Symptomatic Household Contacts of Index Patients in South Africa. Open Forum Infect Dis. 2021 Jan 19;8(4):ofab025.
  • World Health Organization. 2024. Global Tuberculosis Report 2024. Dapat diakses pada https://iris.who.int/bitstream/handle/10665/379339/9789240101531-eng.pdf?sequence=1 [Diakses pada 15 November 2024]
  • Yayan, J., Franke, K. J., Berger, M., Windisch, M., Rasche, K. 2024. Early detection of tuberculosis: a systematic review. Pneumonia 16, 11 (2024). https://doi.org/10.1186/s41479-024-00133-z.



Komentar

Belum ada komentar